Jatim Times Network Logo
Poling Pilkada 2024 Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Poling Pilkada 2024
Serba Serbi

6 Tokoh Perempuan di Balik Lahirnya Sumpah Pemuda 1928: Bukti Semangat Kebangsaan Tak Mengenal Gender

Penulis : Mutmainah J - Editor : A Yahya

28 - Oct - 2025, 10:57

Placeholder
Logo Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2025. (Foto: Dok. Kemenpora)

JATIMTIMES - Di balik gema lantang para pemuda yang mengucap ikrar Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, ada pula suara-suara perempuan yang ikut menyalakan api perjuangan bangsa. Kehadiran mereka dalam Kongres Pemuda II membuktikan bahwa semangat kebangsaan dan cita-cita kemerdekaan tidak hanya digelorakan oleh kaum pria, tetapi juga diperjuangkan dengan gigih oleh para perempuan muda Indonesia.

Enam tokoh perempuan berikut berperan penting dalam pergerakan nasional — mulai dari tokoh intelektual, penggerak pendidikan, musisi, hingga pembaca ikrar Sumpah Pemuda.

Baca Juga : Panji Terakhir Zaid bin Khattab di Pertempuran Yamamah

1. Siti Soendari — Penanam Cinta Tanah Air Sejak Dini

Siti Soendari, adik dari dr. Soetomo, dikenal sebagai salah satu perempuan intelektual Indonesia pada masa pergerakan nasional. Ia berhasil meraih gelar Meester in de Rechten (Sarjana Hukum) dari Universitas Leiden, Belanda, pada tahun 1934 — pencapaian luar biasa bagi perempuan di masa kolonial.

Dalam Kongres Pemuda II, Siti Soendari menyampaikan pentingnya menanamkan rasa cinta tanah air sejak dini, terutama kepada kaum wanita. Menurutnya, pendidikan tidak boleh hanya berfokus pada pria karena perempuan juga memiliki peran besar dalam membentuk generasi penerus bangsa.

Pidatonya yang disampaikan dalam bahasa Belanda diterjemahkan oleh Muhammad Yamin, Sekretaris Kongres. Gagasan Siti Soendari menjadi salah satu dasar penting kesetaraan dalam pergerakan nasional.

2. Emma Poeradiredja — Seruan untuk Aksi Nyata

Lahir dari keluarga ningrat, Emma Poeradiredja dikenal sebagai perempuan terdidik yang menempuh pendidikan di HIS dan MULO. Ia aktif dalam organisasi Jong Java dan bahkan menjabat sebagai Ketua Cabang Bandung Jong Islamieten Bond (JIB) pada tahun 1925.

Emma hadir dalam Kongres Pemuda I dan II mewakili JIB. Dalam pidatonya, ia menyerukan agar kaum wanita tidak hanya beretorika, tetapi juga turut mengambil tindakan nyata dalam perjuangan kemerdekaan. Pesannya menjadi dorongan kuat bagi para pemudi Indonesia untuk berani tampil di ruang publik dan ikut berkontribusi langsung bagi bangsa.

3. Poernomowoelan — Pendidikan Karakter dan Cinta Tanah Air

Sebagai seorang guru yang mengajarkan baca tulis, Poernomowoelan aktif dalam organisasi Jong Java Bond dan menjadi perwakilannya di Kongres Pemuda II. Dalam pidato yang disampaikan dalam bahasa Belanda, ia menekankan pentingnya pendidikan karakter dan moral bagi anak-anak agar tumbuh menjadi pribadi yang berdisiplin dan mencintai tanah air.

Ia menyoroti dua nilai utama: tucht en orde (tata tertib dan keteraturan). Menurutnya, anak-anak harus dididik untuk memahami arti kemerdekaan, bukan sekadar diperintah atau dipaksa. Pemikirannya menunjukkan pandangan maju tentang pendidikan yang membentuk jiwa merdeka.

4. Theodora Athia Salim (Dolly Salim) — Vokalis Pertama “Indonesia Raya”

Nama Dolly Salim mungkin tidak seterkenal ayahnya, Agus Salim, namun perannya dalam Kongres Pemuda II sangat monumental. Di usia 15 tahun, ia menjadi vokalis pertama yang menyanyikan lagu “Indonesia Raya” setelah WR Soepratman memperdengarkan versi instrumentalnya dengan biola.

Karena pengawasan ketat polisi Belanda yang melarang penggunaan kata “merdeka”, Dolly menyanyikan lagu tersebut dengan mengganti kata itu menjadi “mulia”. Momen bersejarah itu menandai lahirnya simbol kebangsaan Indonesia yang kelak menjadi lagu kebangsaan.

Baca Juga : Tema dan Logo Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2025: Pemuda Pemudi Bergerak, Indonesia Bersatu

5. Saridjah Niung (Ibu Soed) — Pengiring Musik Kebangsaan

Saridjah Niung, atau yang lebih dikenal sebagai Ibu Soed, merupakan sosok penting dalam dunia musik Indonesia. Ia adalah guru musik dan pencipta banyak lagu anak-anak serta lagu perjuangan, seperti Berkibarlah Benderaku dan Bendera Merah Putih.

Dalam Kongres Pemuda II, Ibu Soed turut hadir dan memainkan peran penting sebagai pengiring musik lagu “Indonesia Raya” bersama WR Soepratman. Kontribusinya dalam bidang musik menegaskan bahwa seni dan kebudayaan memiliki peran besar dalam membangkitkan semangat nasionalisme.

6. Johanna Masdani — Pembaca Ikrar Sumpah Pemuda

Perempuan asal Minahasa ini hadir dalam Kongres Pemuda II mewakili Jong Minahasa. Saat itu, Johanna Masdani Tumbuan baru berusia 18 tahun, namun ia mendapat kehormatan besar sebagai pembaca ikrar Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.

Selain itu, Johanna juga dikenal sebagai pelopor yang mengusulkan penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia pada Desember 1928 — tonggak awal pergerakan perempuan Indonesia.

Warisan Semangat dari Para Pemudi Bangsa

Kehadiran keenam tokoh perempuan ini membuktikan bahwa Sumpah Pemuda bukan hanya hasil perjuangan kaum pria, melainkan juga buah dari semangat, keberanian, dan kecerdasan para pemudi Indonesia.

Mereka adalah simbol perjuangan lintas gender yang menanamkan nilai kesetaraan, pendidikan, dan cinta tanah air — nilai yang terus relevan hingga hampir seabad setelah Sumpah Pemuda dikumandangkan.


Topik

Serba Serbi Ikrar sumpah pemuda Siti soendari perempuan tangguh



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Yogyakarta Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Mutmainah J

Editor

A Yahya

Serba Serbi

Artikel terkait di Serba Serbi