Jatim Times Network Logo
Poling Pilkada 2024 Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Poling Pilkada 2024
Pendidikan

Kisah Empat Sahabat Nabi, Mulut Bercahaya di Medan Perang

Penulis : Anggara Sudiongko - Editor : A Yahya

28 - Sep - 2025, 08:22

Placeholder
Ilustrasi sahabat yang mulutnya bercahaya (ist)

JATIMTIMES - Dalam literatur Islam, banyak kisah sahabat Nabi Muhammad SAW yang menggugah hati sekaligus menguatkan iman. Salah satunya adalah cerita tentang empat sahabat Nabi yang mulutnya memancarkan cahaya di tengah gelapnya medan perang. Kisah ini terekam dalam buku Kisah-Kisah Keajaiban Al-Qur’an karya Musthafa Muhammadi Ahwazi, bersumber dari riwayat Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA.

Dikisahkan, suatu ketika Rasulullah SAW mengutus ribuan pasukan muslim untuk menaklukkan sebuah wilayah. Perjalanan panjang itu berujung kemenangan. Setiba di Madinah, pasukan disambut langsung oleh Rasulullah SAW.

Baca Juga : Belajar dari Kasus Daerah Lain, Kota Malang Perketat Pengawasan Makan Bergizi Gratis

Pemimpin pasukan, Zaid bin Haritsah, turun dari kuda dan mencium tangan Rasulullah. Ia diikuti sahabat lainnya seperti Abdullah bin Rawahah dan Qais bin Ashim. Setelah itu, Rasulullah meminta para sahabat menceritakan pengalaman mereka agar kaum muslimin lain bisa mengambil pelajaran.

Seorang sahabat pun menuturkan bahwa pasukan muslim berjumlah 2.000 orang, sementara lawan hanya menampakkan 1.000 prajurit di luar benteng. Namun kenyataannya, masih ada 3.000 musuh lain yang bersembunyi di dalam benteng. Malam hari, pasukan itu keluar diam-diam dan menyerang tiba-tiba dengan panah. Suasana menjadi kacau.

Sebagian besar pasukan muslim tertidur. Hanya empat sahabat yang terjaga: Abdullah bin Rawahah, Zaid bin Haritsah, Qutadah bin Nu’man, dan Qais bin Ashim. Mereka sedang membaca Al-Qur’an di sudut perkemahan.

Di tengah kepanikan, tiba-tiba dari mulut mereka keluar cahaya. Dari mulut Zaid memancar cahaya terang benderang seperti matahari, dari mulut Abdullah keluar cahaya lembut seperti rembulan, sedangkan Qais dan Qutadah memancarkan sinar layaknya bintang kejora.

Berbekal cahaya itu, pasukan muslim bisa melihat arah serangan musuh. Ajaibnya, musuh justru tidak mampu melihat posisi mereka. Pertempuran pun berbalik arah, kaum muslimin berhasil menembus benteng dan meraih kemenangan.

Abdullah bin Rawahah dikenal sebagai sahabat Anshar yang mahir bersyair. Bakatnya digunakan sepenuhnya untuk menyokong dakwah Islam. Rasulullah SAW bahkan kerap meminta Abdullah membuat syair yang menggugah semangat kaum muslimin.

Dalam sebuah majelis, Abdullah pernah membacakan syair yang memuji Rasulullah. Isinya penuh penghormatan kepada putra Bani Hasyim yang dimuliakan Allah. Mendengar syair itu, Nabi tersenyum bahagia dan mendoakan agar Abdullah diteguhkan imannya oleh Allah SWT.

Nama asli Qatadah adalah Abdul Khatib. Ia berasal dari golongan Anshar di Madinah. Julukan “Faaris Rasulullah” atau Ksatria Rasulullah disematkan kepadanya setelah keberaniannya di medan perang.

Dalam Perang Uhud, matanya terluka parah hingga terlepas dari rongga. Namun Nabi Muhammad SAW mendoakan dan mengembalikannya hingga sembuh seperti sediakala. Qatadah wafat di Madinah pada tahun 54 H.

Baca Juga : Operasi Bibir Sumbing dan Celah Langit Gratis di RSI Unisma Jadi Harapan Baru, Begini Testimoni Pasien

Zaid bin Haritsah menempati posisi khusus di sisi Rasulullah. Ia adalah anak angkat beliau yang begitu taat beribadah. Zaid dikenal rajin membaca Al-Qur’an, tekun salat malam, dan gemar berpuasa.

Keistimewaan Zaid diabadikan Allah dalam Surah Al-Ahzab ayat 37. Dialah satu-satunya sahabat Nabi yang disebut namanya secara langsung dalam Al-Qur’an.

Sebelum memeluk Islam, Qais bin Ashim dikenal keras hati. Ia pernah melakukan tradisi jahiliyah: mengubur hidup-hidup anak perempuannya. Bahkan ia mengakui dengan jujur di hadapan Rasulullah bahwa hampir semua bayi perempuan yang lahir darinya berakhir di liang tanah.

Namun, pada satu peristiwa, istrinya menyelamatkan seorang bayi perempuan dengan menitipkannya kepada kerabat. Saat Qais dewasa baru mengetahui kebenaran itu. Sayangnya, ia tetap menuruti kebiasaan jahiliyah dan mengubur anaknya sendiri, meski hatinya tersayat.

Mendengar kisah itu, Nabi Muhammad SAW meneteskan air mata. Beliau bersabda, “Itu adalah kekerasan hati. Barang siapa tidak menyayangi, maka ia tidak akan disayangi.” Kisah Qais menjadi pelajaran bahwa Islam datang untuk menghapus kebiadaban masa lalu dan menanamkan kasih sayang.

Kisah empat sahabat Nabi dengan mulut bercahaya ini bukan sekadar cerita heroik di medan perang. Lebih dari itu, ia menunjukkan betapa kedekatan seorang hamba kepada Al-Qur’an bisa menghadirkan pertolongan Allah dengan cara yang luar biasa. Cahaya yang memancar dari lisan mereka menjadi simbol kekuatan iman yang mengalahkan kegelapan.


Topik

Pendidikan kisah sahabat rasulullah ali bin thalib mustafa muhammad ahwazi



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Yogyakarta Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Anggara Sudiongko

Editor

A Yahya

Pendidikan

Artikel terkait di Pendidikan