JATIMTIMES - Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal menjadi salah satu prioritas Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang. Langkah tersebut juga ditujukan untuk memberantas keberadaan jamban cubluk dalam rangka merealisasikan program open defecation free (ODF).
Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya (DPKPCK) Kabupaten Malang Budiar menuturkan, pada tahun 2025 telah direncanakan sejumlah pembangunan sarana dan prasarana air limbah domestik. Yakni dengan menyasar 37 lokasi pada 37 desa di 20 kecamatan.
Baca Juga : Raffi Ahmad Disebut-sebut Bakal Jadi Menpora Gantikan Dito Ariotedjo
"Sebagian dari rencana pembangunan jamban keluarga hingga IPAL komunal skala permukiman tersebut telah terealisasi di awal 2025. Sedangkan untuk jumlah penerima manfaat sebanyak 737 KK (Kepala Keluarga) atau 2.481 jiwa," ungkap Budiar.
Data menyebutkan, pada tahun 2022 hingga 2024 DPKPCK Kabupaten Malang telah membangun sarana dan prasarana air limbah domestik di 128 lokasi pada 110 desa di 30 kecamatan. Pembangunan sarana dan prasaran air limbah domestik tersebut, masuk pada program pengelolaan dan pengembangan sistem air limbah domestik.
Sementara untuk bentuk kegiatannya meliputi pembangunan jamban keluarga, pembangunan IPAL komunal skala permukiman, pembangunan Mandi Cuci Kakus (MCK) hingga tangki septik.
Penerima manfaat pembangunan sarana dan prasaran air limbah domestik yang telah direalisasikan sejak 2022 hingga 2024 tersebut, mencapai 3.721 KK. Yakni dengan jumlah perkiraan penerima manfaat sebanyak 13.172 jiwa.
Budiar berharap, melalui pembangunan IPAL Komunal tersebut, tidak ada lagi masyarakat yang buang air besar sembarangan. Sehingga program ODF dapat terwujud di Kabupaten Malang.
"Langkah ini juga bisa menjadi sebuah edukasi kepada masyarakat. Kelihatannya sepele, tapi bermanfaat untuk jangka panjang, karena kalau (buang air besar) sembarangan, berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan," ujar Budiar.
Sebagaimana diberitakan, salah satu pembangunan IPAL Komunal yang direalisasikan oleh DPKPCK Kabupaten Malang tersebut juga menerapkan metode sarang tawon. Yakni menggunakan media biofilter berbentuk sarang lebah (honeycomb). Tujuannya untuk meningkatkan efisiensi penguraian limbah organik secara biologis.
Sementara itu, untuk metode penguraiannya tersebut ialah dengan menyediakan area permukaan yang luas bagi mikroorganisme pengurai. Media ini berbentuk heksagonal dan terbuat dari plastik tahan lama. Seperti misalnya PVC (Polyvinyl Chloride) yang diletakkan pada bak reaktor biologis.
Baca Juga : DPRD Blitar Gelar Paripurna, Bupati Paparkan Arah Kebijakan Perubahan APBD 2025
IPAL Komunal metode sarang tawon tersebut ditujukan untuk mendukung pertumbuhan bakteri pengurai limbah secara optimal. "Jadi (limbahnya) langsung ke sarang tawon, ada penyaringan. Kalau dulu, dari rumah langsung ke sungai. Sedangkan kalau metode ini, disaring dulu," ujarnya.
IPAL Komunal metode sarang tawon tersebut jauh berbeda dengan kebiasaan orang zaman dulu. Di mana, orang-orang lazim hanya membuat lubang di tanah untuk buang air.
Biasanya, pada tempat untuk buang air besar berupa lubang pada tanah atau jamban cubluk tersebut juga menggunakan bata merah sebagai dinding pada lubang di tanah. Alhasil, kotoran dari limbah manusia tersebut terserap atau istilahnya absorpsi ke tanah.
"Metode ini sebenarnya juga digunakan di SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum), hingga rumah sakit yang memang harus sudah menggunakan metode seperti ini. Jadi limbahnya tidak menyerap langsung ke tanah, tapi disedot, ditarik," ujar Budiar.
Dari segi perawatan, disampaikan Budiar, IPAL Komunal metode sarang tawon juga lebih praktis. Yakni penyaring yang berbentuk sarang lebah tersebut tinggal dibersihkan setiap tiga tahun sekali.
"Karena kalau sudah lebih dari ketentuan itu, akan ada kerak. Sehingga bakteri pengurai tidak bisa maksimal untuk berkembang biak. Jadi harus disemprot (dibersihkan) supaya tetap ada ruang (untuk bakteri pengurai)," pungkas Budiar.